Jumat, Juni 30, 2006

Galau


MENCIPTAKAN peluang bukanlah suatu hal yang sulit baginya. Dengan kemampuan heading yang mumpuni dan tendangan keras bak geledek ia telah menjebol banyak gawang yang dijaga berbagai jenis keeper. Bahkan, di timnya yang telah menjadi kampiun di negeri Pangeran Charles, laki-laki ini menjadi pencetak goal terbanyak. Padahal, ia hanya serang gelandang, bukan striker.
Namun, belakangan ini di partai yang didambakan seluruh insan persepakbolaan di seantero jagad raya, pria kelahiran Romford, London pada 20 Juni 1978 ini menjadi pria mandul. Mandul dalam mecetak gol yang semestinya menjadi rutinitas baginya. Beberapa kali sepupunya, Jamie Redknapp, memberikan saran tentang ketenangan. Bahkan pamannya, pelatih terkenal Harry Redknapp menyiramnya dengan kuliah tentang konsentrasi.
Apalah daya, piala dunia memiliki atmospher tersendiri yang lebih gaib ketimbang dunianya Harry Potter. Seluruh pemain yang terlibat dalam turnamen ini seperti terisolasi dari pengaruh sihir dunia lain. Beberapa pemain seperti tersihir untuk membisu, meredup, dan menghilang. Sebagian lainnya malah bersuara, bersinar, dan muncul. Semua seperti keajaiban, orang hilang ditemukan, orang yang ada kemudian menghilang. Sebuah ruang yang dikelilingi teka-teki dan keajaiban.
Pengaruh sihir yang mungkin saja bisa menembus sekolah Hogwart, tak akan mampu menembus atmospher gaib turnamen empat tahunan ini. Piala dunia membawa keinginannya sendiri untuk tersujud. Hal ini, tampak pada kegagapan dan keanehan yang menimpa laki-laki putra pemain Inggris kenamaan Frank Lampard Snr. Sesuatu yang tidak menguntungkan.
Sejak masa pendidikan di sekolah sepakbola milik klub yang dijuluki The Hammers ia telah mengenal semua sudut jaring gawang. Karena kepiawaiannya ini, ia dihargai £11.5 juta oleh tim milik Roman Abramovitch. Ia seperti kembali tertutupi bayangan ajaib persis ketika ia berada di bawah keindahan bayangan pemain munggil negeri Pizza, Gianfranco Zola. Ada apa gerangan???
Hal ini juga dipertanyakan pendamping setia yang telah melahirkan anak perempuan pertamanya, Luna. Pada malam hari, Elen Rives yang sengaja didatangkan Eriksson untuk membangkitkan motivasi pria ini, hanya bisa memandang sendu sambil menepuk-nepuk pundaknya. Bila itu terjadi, pria ini akan membawa putri kecilnya berjalan-jalan menikmati udara hangat di sekitar Baden-baden, negeri Bavaria.
Di pagi hari, pemain terbaik liga Inggris musim 2004-05 ini kembali melangkahkan kakinya ke lapang tempat latihan sebelum pertandingan. Nanti malam (1/6), timnya akan menjalani pertandingan ketat melawan Portugal. Meski tim 'samba' Eropa ini telah kehilangan beberap pilar, Portugal tetap merupakan lawan yang berat bagi pemain tim St George Cross ini. Untuk itu, pria yang melakukan debut di timnas pada 1999 ketika berhadapan dengan Belgia ini mesti kembali menemukan performa terbaiknya. Ia harus menghilangkan kenyamanan selimut gaib atmospher piala dunia yang memandulkannya.
Pria ini harus merekonstruksi ingatannya tentang seluk-beluk jaring gawang. Ia harus bisa bersahabat dengan "Teamgeist" untuk mengantarkan gol-gol indah dari kaki emasnya, ataupun melalui sundulan tajamnya. Di pundaknya, bersinar tidaknya tim dari daratan Britania akan ditentukan. Ia harus menembak dan terus menembak agar The Three Lions bisa kembali mengulangi kejayaan 1966. Meski sejuta kali percobaan, wajib ia lakoni. Hingga jaring gawang lawan kembali bergetar.
Bahu-membahu dengan rekannya Gerard, Cole, dan Beckham dia harus menguasai bidang tengah lapangan. Melindungi bidang belakang yang dihuni sobat dekatnya, Terry dan Ferdinand sekaligus mendukung kesuksesan Rooney dan 'si Jangkung' Chrouch di depan. "Lupakan keraguan yang tampak pada pertandingan melawan Ekuador, jangan ragu menembak, kembalilah untuk kami," sebuah pesan singkat ia terima dari Owen yang secara menyedihkan harus pulang kampung. Kembalilah untuk Inggris!

kantor redaksi 300606
abdisalira c 2006

Brudak


Barudak Forward

Rabu, Juni 28, 2006

Striker


BELAJAR menjadi eksekutor bukan berarti harus melupakan latar belakang dari sebuah eksekusi. Seorang eksekutor mesti mengetahui dan memahami seluruh grand design dari tindakannya. Menjadi eksekutor tunggal, duo, ataupun trisula sama saja merupakan bagian dari sebuah rencana besar. Dia harus bisa menganalisa kapan saat yang tepat, di mana tempat paling pas, apa yang harus dilakukan, bagimana melaksanakan dan siapa eksekutornya.
Apapun pola pertahanan atau pola yang diterapkan, tidak ada satu aspek yang tertinggal. Sepakbola menjadikan sebuah tim menjadi kesatuan utuh. Seorang striker tidak bisa menghilangkan seorang keeper, atau seorang sweeper melupakan wing back. Semua menjadi harmonisasi nada dari irama joga bonito, total footbal, catenatcio, kick and rush, ataupun pola tarkam. Pada irama apapun, eksekutor menjadi titik penentu jaringan nada tersebut.
Seorang eksekutor sejati tidak akan berlari-lari sendiri di barisan depan. Akan tetapi, ia menjadi mahkota dari badan yang dijalin kerjasama apik. Ia menjadi label pada sebuah produk, atau menjadi ujung sebuah tombak. Yap, sebuah ujung tombak tidak akan sah bila tidak ada batang tombaknya. Inilah pesan yang bisa diambil dari kiprah anak muda asal Everton Inggris. Ketika pertandingan melawan Ekuador, ujung tombak negeri tiga singa ini kehilangan makna karena tidak ada badan yang terdiri dari para gelandang, back, dan kiper.
Bukan kah nama seperti Ronaldo atau Miroslav Klose yang diragukan seluruh dunia justru bersinar karena dukungan para gelandangnya. Tengok kegagalan Shevchenko dan Wyne Rooney yang justru dijagokan bersinar malah meredup. Mengapa hal ini terjadi? Sepak bola punya jawaban yang multi dimensi. It's up to you untuk memaknainya.

redaksi koran tender
280606 c abdisalira

Selasa, Juni 27, 2006

Debutan


SEORANG anak udik hadir dengan kalungan pita warna-warni, menenteng tas dari kain karung terigu. Tak kalah aneh dia mengenakan topi dari kertas koran. Kaus kaki norak membungkus betis gendut dijejali lemak. Sendal jepit berwarna merah di sebelah kiri kaki mencibir sepatu oranye di kaki kanannya. Dengan semangat besar ia berlari-lari kecil menyeret balon gas yang terikat di jambul rambut yang tersisa karena sebagian lainnya telah diplontos.
Ia berlari-lari mengitari lapangan di gedung kampus mewah yang hingar bingar dengan exterior baroque. Beberapa anak udik lainnya berdesak-desak mencoba melaju di barisan paling depan. Sementara, anak-anak lain yang berpenampilan perlente dan sebagian lainnya lebih enak dibilang normal ketimbang anak-anak udik yang berlari mengitari lapangan. Anak-anak 'normal' tersebut berkali-kali melonjorkan kakinya, sekedar membuat suasana lebih renyah. Hal yang lucu akan menjadi meriah menurut mereka.
Itulah suasana yang kental terasa pada perhelatan piala dunia FIFA di Jerman yang berlangsung penuh selama sebulan ini. Beberapa negara 'udik' berdatangan di kehebohan empat tahunan ini. Beberapa dari mereka membawa nama-nama besar sedangkan yang lain layaknya penduduk dari terra incognito bahkan namanya sangat asing di kuping.
Dari daratan Afrika, nama-nama seperti Togo, Angola, dan Pantai Gading mencoba mengadu nasib pada debutnya di piala dunia. Sedangkan dari Amerika ada nama Ekuador, Trinidad Tobago, dan Kostarika, sedangkan wakil pertama dari Oceania yang bisa menembus putaran final turnamen olahraga terbesar di semesta ini muncul nama Australia. Terakhir dari daratan Eropa ada nama Ukraina pecahan Sovyet.
Beberapa debutan berhasil menitipkan gaung di gemuruh pesta akbar, Australia sempat mengejutkan dengan menggeser Kroasia begitu pula dengan Ekuador yang membungkam Polandia. Satu lagi, bangkit dari keterpurukan di pertandingan perdana, Ukraina melaju ke babak enambelas besar. Namun, selebihnya, mereka terjungkal di babak pertama dengan menjadi juru kunci atau posisi ketiga.
Seperti sebuah perpeloncoan, satu persatu tim debutan ini terjungkal. Beberapa yang beruntung lolos dari putaran pertama dibekap di babak knock out. Ekuador ditatar Three Lions, paling tragis Australia dikacangi raja mafia Italia dengan trik diving di penghujung pertandingan. Padahal, Socceroos telah unggul pemain dari awal babak kedua.
Di putaran delapan besar, tinggal tersisa satu nama debutan yakni Ukraina. Mampukah tim yang dimotori Andriy Shevchenko ini melaju menjadi kuda hitam. Atau lebih tepat menjadi kuda Troya yang menembus benteng tradisi yang diisi tim-tim mapan? Ah layak dicermati kiprah tim debutan satu ini. Hidup Acep!!

ps: masa piala dunia tidak menulis soal bola. So setelah sekian lama vekeum nulis... yah lumayan lah :p

redaksi koran nomer berapa ya sekarang?
270606 c abdisalira

Sabtu, Juni 17, 2006

Epitaph

Doa Dalam Sunyi

Angin datang darimana
Merayapi lembah gunung
Ada luka dalam duka
Dilempar ke dalam kawah

Memanjat tebing-tebing sukai
Memasuki pintu misteri
Mengores batu-batu
Dengan kata sederhana
Dengan do'a sederhana

Merenung seperti gunung
Mengurai hidup dari langit
Jejak-jejak yang tertinggal
Menyimpan rahasia hidup

Selamat jalan saudaraku
Pergilah bersama nasibmu
Pertemuan dan perpisahan
Dimana awal akhirnya
Dimana bedanya

Doa-doa terdengar dalam sunyi
Doa-doa terdengar dalam sepi

Iwan Fals © 1993