Jumat, Oktober 28, 2005

Mempertanyakan arti keikhlasan

MUMPUNG masih dalam suasana bulan ramadhan, bolehlah kita bicara hal-hal yang spiritual. Supaya pembahasan lebih singkron, kita lihat salah satu iklan yang dalam bulan ini banyak menghiasi layar kaca kita setiap hari.
Sebuah iklan dari perusahaan besar pembuat rokok yang dananya banyak dikucurkan untuk menghibur penggila bola di Indonesia. Ya Jarum (ini bukan iklan; cateut).
Iklan ini mengetengahkan kehidupan sebuah rumah kost pria. Di dalamnya terdapat mahasiswa-mahasiwa yang tipikal anak kost lah, pas-pasan. Sedangkan pemilik kost-an sendiri ialah ibu-ibu beretnis tionghoa yang tampaknya bukan muslim.
Hal menarik dari iklan ini justru pada pesan moralnya tentang toleransi. Toleransi yang ditawarkan dibumbui keikhlasan. Oke pokok pembicaraan kita rasa ikhlas. Menurutku, gambaran keikhlasan di iklan ini cukup mengena. Sangat sederhana dalam pembobotannya, tapi berdampak cukup ngeh saat memandangnya. Seorang ibu non muslim membantu proses ibadah dua anak muda muslim dalam menjalankan ibadah
puasa.
Oke lah, mungkin kadar ikhlas ini bisa dipertanyakan. Soalnya, sang ibu berbuat tersebut dengan membayangkan anak-anaknya yang tak ada info apakah masih hidup atau tidak. Yang jelas mereka tidak hadir di rumah tua tersebut. Bisa dibilang perbuatan si ibu didorong perasaan kasih pada anak-anaknya.
Tapi, jika kita mempertanyakan kenyataan itu, timbul perasaan merendahkan keluhuran budi seorang ibu. Berdosalah kita. Bukankah setiap perbuatan orang selalu ada motifnya. Seorang pacar berbaik-baik berharap mendapat kasih. Seorang abdi beribadah berharap mendapat pahala. Seorang ignorant berdiam diri berharap tak mendapat
gangguan. Selalu ada motif. Jadi keikhlasan pada dasarnya bukan sesuatu itikad tanpa pamrih.
Permasalahannya pamrih jenis apa yang ditujunya. Menurutku pamrih yang dipertunjukan dalam iklan tersebut cukup mulia. Cukup ideal untuk mendefinisikan arti ikhlas. Ah.. jika gambaran tersebut adalah gambaran nyata, betapa indah hidup kita ini. Sayangnya gambaran tersebut adalah gambaran dari sebuah iklan yang nyata-nyata bertujuan
menggiringa penonton untuk bersimpati (baca: membeli produk) pada Jarum.
Tapi tak apa lah setidaknya gambaran tersebut cukup menghibur. Salut pada kreatornya, siapapun dia.

Ruang redaksi koran nomor dua
281005@abdisalira

Tidak ada komentar: