Rabu, Juni 28, 2006

Striker


BELAJAR menjadi eksekutor bukan berarti harus melupakan latar belakang dari sebuah eksekusi. Seorang eksekutor mesti mengetahui dan memahami seluruh grand design dari tindakannya. Menjadi eksekutor tunggal, duo, ataupun trisula sama saja merupakan bagian dari sebuah rencana besar. Dia harus bisa menganalisa kapan saat yang tepat, di mana tempat paling pas, apa yang harus dilakukan, bagimana melaksanakan dan siapa eksekutornya.
Apapun pola pertahanan atau pola yang diterapkan, tidak ada satu aspek yang tertinggal. Sepakbola menjadikan sebuah tim menjadi kesatuan utuh. Seorang striker tidak bisa menghilangkan seorang keeper, atau seorang sweeper melupakan wing back. Semua menjadi harmonisasi nada dari irama joga bonito, total footbal, catenatcio, kick and rush, ataupun pola tarkam. Pada irama apapun, eksekutor menjadi titik penentu jaringan nada tersebut.
Seorang eksekutor sejati tidak akan berlari-lari sendiri di barisan depan. Akan tetapi, ia menjadi mahkota dari badan yang dijalin kerjasama apik. Ia menjadi label pada sebuah produk, atau menjadi ujung sebuah tombak. Yap, sebuah ujung tombak tidak akan sah bila tidak ada batang tombaknya. Inilah pesan yang bisa diambil dari kiprah anak muda asal Everton Inggris. Ketika pertandingan melawan Ekuador, ujung tombak negeri tiga singa ini kehilangan makna karena tidak ada badan yang terdiri dari para gelandang, back, dan kiper.
Bukan kah nama seperti Ronaldo atau Miroslav Klose yang diragukan seluruh dunia justru bersinar karena dukungan para gelandangnya. Tengok kegagalan Shevchenko dan Wyne Rooney yang justru dijagokan bersinar malah meredup. Mengapa hal ini terjadi? Sepak bola punya jawaban yang multi dimensi. It's up to you untuk memaknainya.

redaksi koran tender
280606 c abdisalira

Tidak ada komentar: